teknik palpasi yang berhubungan dengan tonus otot,adanya massa,ukuran dan lokasi organ pencernaan,dan adanya hernia

A.TEKNIK PALPASI TONUS OTOT
 
Apabila otot normal yang istirahat dipalpasi, dapat dirasa bahwa otot tersebut sama sekali tidak flaksid tetapi mempunyai regangan tertentu. Ini juga impresi yang diperoleh saat otot tersebut secara pasif digerakkan. Keadaan ini disebut tonus otot atau tonus istirahat. Pada berbagai keadaan patologis tonus yang normal ini berubah. Kadang-kadang meningkat (hipertonus), dan pada keadaan lain berkurang (hipotonus). Klinis, tonus otot diperiksa dengan palpasi dan gerak pasif. Bagaimanapun juga, pada kedua metode pemeriksaan tersebut terdapat bukti ada dua komponen tonus otot. Sehingga tidak jarang terlihat, misalnya pada hemiplegia kapsular, tonus otot pada palpasi menurun (konsistensi otot berkurang), sedangkan pada gerak pasif tampak meningkat, karena resistensi terhadap gerakan lebih besar daripada normal.baca selengkapnya…
Resistensi otot karena digerakkan secara pasif secara prinsip dapat disebabkan oleh dua faktor: yaitu sifat viskoelastik otot itu sendiri dan tegangan yang diakibatkan oleh kontraksi.Kedua fkator tentu saja sama pentingnya, tetapi kontribusi mereka masing-masing jelas berbeda pada berbagai macam keadaan. Dari penelitian binatang yang dideserebrasi terbukti bahwa tonus otot terutama disebabkan oleh refleks, yang disebabkan oleh aliran impuls yang berkesinambungan dari muscle spindle, yang mengaktivasi . motoneuron. Meskipun demikian, hasil ini sulit diterapkan pada manusia pada keadaan sadar. Mereka mungkin paling relevan untuk otot yang menjaga posisi tegak, yang memperlihatkan aktivitas berkesinambungan atau intermiten pada orang yang berdiri dengan relaks (misalnya, beberapa ekstensor punggung, m. psoas major, dan m. soleus; kebanyakan otot lain tidak menunjukkan aktivitas EMG pada posisi ini).
Dengan demikian, konsistensi otot mungkin tergantung tidak hanya kepada aktivitas otot yang sedang berlangsung, tetapi juga oleh berbagai sifat ototnya itu sendiri.   Oleh karena . motoneuron dapat mengubah sensitivitas spindle, mereka penting untuk tonus otot. Aktivitas . yang meningkat mengatur spindle pada tingkat yang lebih aktif, sehingga dapat meningkatkan tonus otot ekstrafusal.   Pada saat gerakan dilaksanakan, inervasi . penting dalam menentukan keadaan otot yang akan dipakai dan ia aktif dalam mengendalikannya, sedangkan . motoneuron bertanggung jawab terhadap kontraksinya sendiri. Kerjasama . dan . neuron pada pelaksanaan gerak banyak diteliti.   Tampaknya, sistem saraf pusat mampu mengendalikan statik dan dinamik . dan . neuron secara sendiri-sendiri. Sampai seberapa jauh kendali sentral ini dimediasi oleh lintasan terpisah tidak diketahui, tetapi berbagai struktur tertentu terlihat terutama mempengaruhi satu jenis neuron fusimotor. Dengan demikian, stimulasi bagian medial formatio reticularis menyebabkan meningkatnya sensitivitas statik spindle, sedangkan stimulasi bagian lateral menyebabkan peningkatan aktivitas dinamik.  


Faktor lain yang mempengaruhi stretch reflex dan tonus otot adalah organ tendon. Pada peregangan dan terutama kontraksi otot, reseptor ini terstimulasi. Aferennya tidak langsung ke motoneuron, tetapi melalui interneuron, yang mengirimkan impulsnya ke . motoneuron.Fungsi organ tendon diduga mencegah kontraksi berlebihan dan untuk pengerem dan pada saat yang sama memfasilitasi antagonis. Selain itu juga ada yang untuk eksitasi motoneuron sinergis dan inhibisi antagonis. Jadi fungsinya lebih kompleks sebagai tambahan dari organ tendon, ada mekanisme lain yang cenderung untuk menghambat aktivitas motoneuron yang tereksitasi, yaitu inhibisi Renshaw. Hal ini berdasar pengamatan fisiologis. Impuls motoneuron melalui kolateral di cornu anterius merangsang sel Renshaw yang pada gilirannya akan menghambat motoneuron.

B.ADANYA MASSA




  1.  Palpasi
Adalah teknik pemeriksaan fisik dengan sentuhan, rabaan maupun sedikit tekanan pada bagian tubuh yang akan diperiksa dan dilakukan secara teroganisir dari satu bagian ke bagian yang lain. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ. Dapat dilakukan bersamaan dengan teknik  inspeksi dan perkusi.
Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
  1. Palpasi ringan
Caranya: ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan.Tangan diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
  1. Palpasi dalam (bimanual)
Caranya: untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan.Satu tangan untuk merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pd jari2 pertama.
Langkah kerja:
  1. Area palpasi terbuka
  2. Cuci tangan
  3. Beritahu klien
  4. Dikerjakan semua jari tp telunjuk dan ibu jari > sensitif.
  5. u/ mendeterminasi bentuk dan struktur organ gunakan jari 2,3, dan 4 bersamaan.
  6. U/  palpasi abdomen gunakan telapak tangan, beri tekanan ringan dgn jari2.
  7. Sistematis, uraikan ciri-ciri ttg ukuran, bentuk, konsistensi dan permukaan.
  1. Perkusi
Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan pemeriksaan perkusi yaitu menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah jaringan (udara, cairan, atau zat padat).
Langkah kerja:
  1. Area terbuka
  2. Luruskan jari tengah tangan kiri, tekan bag. Ujung jari dan letakkan dgn kuat pada permukaan diperkusi.
  3. Upayakan jari – jari yg lain tidak menyentuh permukaan, konsisten pd permukaan yg diperkusi.
  4. Lenturkan jari tengah tangan kanan ke atas dgn lengan bawah relaks.
  5. Pertahankan kelenturan tangan pada pergelangan tangan.
  1. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu stetoskop dengan tujuan pemeriksaannya adalah untuk dapat mendengar bunyi jantung, paru-paru, bunyi usus serta untuk mengukur tekanan darah dan nadi.
Tingkatan kesadaran:
  1. Kompos Mentis     : sadar Penuh
  2. Apatis                    : acuh tak acuh
  3. Samnolen              : dibangunkan dengan rangsangan, …. Tidur.
  4. Delirium                : berteriak2, tidak sadar
  5. Sopor/semikoma    : tidak sadar tetapi masih merasakan rangsangan nyeri
  6. Koma                    : tidak sadar.
PEMERIKSAAN FISIK PERSISTEM
Merupakan pendekatan dalam pemeriksaan fisik dengan sistem-sistem tubuh sebagai acuan pemeriksaaan.
Berikut ini merupakan detail pemeriksaan fisik, dengan pendekatan sistem tubuh adalah :
  1. Sistem syaraf pusat
  2. Sistem Kardiovaskular
  1. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran: dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang
  2. Kaji status mental
  3. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
  4. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
  5. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur
  6. Kaji adanya kejang atau tremor
  7. Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengaruhiSSP.
  1. Kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah) serta tanda penurunan kekuatan/pulse deficit
  2. Periksa tekanan darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau postural hipotensi
  3. Inspeksi vena jugular seperti distensi, dengan membuat posisi semi fowlers
  4. Cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi kulit.
  5. Palpasi dada untuk menentukan lokasi titik maksimal denyut jantung
  6. Auskultasi bunyi jantung S1- S2 di titik tersebut, adanya bunyi jantung tambahan, murmur dan bising.
  7. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit, lihat tanda sianosis (pucat) atau kemerahan
  8. Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajah
  9. Periksa adanya jari-jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di kuku
  10. Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran cerna, phlebitis, kemerahan di mata atau kulit.
  11. Kaji obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dan test diagnostik.
  1. Sistem Respirasi (Pernapasan)
    1. Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi
    2. Kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya
    3. Inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk diameter anterior dan posterior thorax, dan adanya gangguan spinal
    4. Palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emphysema
    5. Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular, bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)
    6. Kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai darah
    7. Kaji adanya keluhan SOB (shortness of breath)/sesak napas, dyspnea dan orthopnea.
    8. Inspeksi membran mukosa dan warna kulit
    9. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi pernapasan pasien
    10. Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan berapa lama telah merokok
    11. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test diagnostik
  1. Sistem Pencernaan
    1. Inspeksi keadaan umum abdomen : ukuran, kontur, warna kulit dan pola pembuluh vena (venous pattern)
    2. Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus
    3. Palpasi abdomen untuk menentukan : lemah, keras atau distensi, adanya nyeri tekan, adanya massa atau asites
    4. Kaji adanya nausea dan vomitus
    5. Kaji tipe diet, jumlah, pembatasan diet dan toleransi terhadap diet
    6. Kaji adanya perubahan selera makan, dan kemampuan klien untuk menelan
    7. Kaji adanya perubahan berat badan
    8. Kaji pola eliminasi : BAB dan adanya flatus
    9. Inspeksi adanya ileostomy atau kolostomi, yang nantinya dikaitkan dengan fungsi (permanen atau temporal), kondisi stoma dan kulit disekitarnya, dan kesediaan alat
    10. Kaji kembali obat dan pengkajian diagnostik yang pasien miliki terkait sistem GI
  1. SistemPerkemihan
    1. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen
    2. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih
    3. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
    4. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter
    5. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan
  1. SistemIntegumen
    1. Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum kulit (jaundice, kering)
    2. Kaji warna kulit, pruritus, kering, odor
    3. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus, dsb
    4. Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus
    5. Palpasi adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu
    6. Kaji riwayat pengobatan dan test diagnostik terkait sistem integument
  2. Sistem muskuloskeletal
    1. Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme
    2. Kaji adanya kekakuan sendi dan nyeri sendi
    3. Kaji pergerakan ekstremitas tangan dan kaki, ROM (range of motion), kekuatan otot
    4. Kaji kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh
    5. Kaji adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi
    6. Kaji ulang pengobatan dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal
  1. Sistem Physikososial
    1. perasaan pasien tentang kondisinya dan penyakitnya
    2. Kaji tingkat kecemasan, mood klien dan tanda depresi
    3. Kaji pemenuhan support sistem
    4. Kaji pola dan gaya hidup klien yang mempengaruhi status kesehatan
    5. Kaji riwayat penyalah gunaan obat, narkoba, alkohol, seksual abuse, emosional dan koping mekanisme
    6. Kaji kebutuhan pembelajaran dan penyuluhan kesehatan
PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE
Merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan bagian tubuh klien sebagai acuan yaitu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Maksudnya disini adalah pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
  1. 1. Tanda vital
  1. Suhu
Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang secara ketat dikontrol karena dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi.
Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan, yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai. Normal untuk suhu tubuh adalah 36-37°C
  1. Tekanan darah
Tekanan darah dinilai dalam 2 nilai, sebuah tekanan tinggi sistolik yang menandakan kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah daistolik atau tekanan istirahat.
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kiri, kecuali pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa.
Tidak ada nilai tekanan darah ‘normal’ yang tepat, namun dihitung berdasarkan rentang nilai berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah amat dipengaruhi oleh kondisi saat itu, misalnya seorang pelari yang baru saja melakukan lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi, namun ia dalam nilai sehat. Dalam kondisi pasien tidak bekerja berat, tekanan darah normal berkisar 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi diukur pada nilai sistolik 140-160 mmHg. Tekanan darah rendah disebut hipotensi. Rentang sistolik normal adalah 100-140 mmHg, sedangkan diastolic normal yaitu 60-90 mmHg
  1. Denyut
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialis pada pergelangan tangan, arteri bracialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Denyut sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan usia. Bayi yang baru dilahirkan (neonatus) dapat memiliki denyut 120-160 denyut per menit. Orang dewasa memiliki denyut sekitar 60-90 kali per menit.
  1. Kecepatan pernapasan
Beraneka ragam tergantung usia. Batas normalnya sekitar 16-20 penarikan napas per menit untuk orang dewasa.
  1. 2. Biometrika dasar
  1. Tinggi
Tinggi merupakan salah satu ukuran pertumbuhan seseorang. Tinggi dapat diukur dengan stasiometer atau tongkat pengukur. Pasien akan diminta untuk berdiri tegak tanpa alas kaki. Anak-anak berusia dibawah 2 tahun diukur tingginya dengan cara dibaringkan.
  1. Berat atau massa
Berat atau massa tubuh diukur dengan pengukur massa atau timbangan. Indeks massa tubuh digunakan untuk menghitung hubungan antara tinggi dan mssa sehat serta tingkat kegemukan.
  1. Nyeri
Pengukuran nyeri bersifat subyektif namun penting sebagai tanda vital. Dalam klinik, nyeri diukur dengan menggunakan skala FACES yang dimulai dari nilai ’0′ (tidak dirsakan nyeri pada pasien dapat dilihat dari ekspresi wajah pasien), hingga ’5′ (nyeri terburuk yang pernah dirasakan pasien).
  1. 3. Struktur dalam penulisan riwayat pemeriksaan
  1. Tampilan umum
1)       Kondisi yang jelas tertangkap ketika pasien masuk ke ruangan konsultasi dan berkomunikasi dengan dokter. (misalnya: pasien terlihat pincang atau pasien mengalami ketulian sehingga sulit berkomunikasi)
2)       JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience), kemungkinan tanda pucat pada kulit atau konjungtiva (Anaemia), tanda kebiruan pada bibir atau anggota gerak (Cyanosis), kelainan bentuk pada kuku jari (Clubbing), pembengkakan (Oedema atau Edema), dan, pemeriksaan pada nodus limfatikus (Lymph nodes) pada leher, ketiak, dan lipatan paha.
  1. Sistem organ
1)      System kardiovaskular
a)      Tekanan darah, denyut nadi, irama jantung
b)      Tekanan vena jugularis atau Jugular veins preassure (JVP), edema perifer, dan bukti edema pulmonaris atau edema paru.
c)      Pemeriksaan jantung
2)      Paru-paru
Kecepatan pernapasan, auskultasi paru-paru
3)      Dada dan payudara
4)      Abdomen
a)      Pemeriksaan abdomen misalnya pendeteksian adanya pembesaran organ (contohnya aneurisma aorta)
b)      Pemeriksaan rectum
5)      System reproduksi
6)      System otot dan gerak
7)      System saraf, termasuk pemeriksaan jiwa
8)      Pemeriksaan kepala, leher, hidung, tenggorokkan, telinga (THT)
9)      Kulit
a)      Pemeriksaan pada pertumbuhan rambut
b)      Peneriksaan tanda klinis pada kulit

C.UKURAN DAN LOKASI ORGAN PENCERNAAN 

Definisi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk sistem pencernaan terdiri dari:
  • Endoskop (tabung serat optik yang digunakan untuk melihat struktur dalam dan untuk memperoleh jaringan dari dalam tubuh)
  • Rontgen
  • Ultrasonografi (USG)
  • Perunut radioaktif
  • Pemeriksaan kimiawi.

    Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosis, menentukan lokasi kelainan dan kadang mengobati penyakit pada sistem pencernaan.
    Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan terlebih dahulu; ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam sebelumnya melakukan puasa; sedangkan pemeriksaan lainnya tidak memerlukan persiapan khusus.

    Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
    Tetapi gejala dari kelainan pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan dalam menentukan kelainan secara pasti.
    Kelainan psikis (misalnya kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan menimbulkan gejala-gejalanya.

    Pemeriksaan Kerongkongan
    1. Pemeriksaan barium.
      Penderita menelan barium dan perjalanannya melewati kerongkongan dipantau melalui fluoroskopi (teknik rontgen berkesinambungan yang memungkinkan barium diamati atau difilmkan).
      Dengan fluoroskopi, dokter bisa melihat kontraksi dan kelainan anatomi kerongkongan (misalnya penyumbatan atau ulkus). Gambaran ini seringkali direkam pada sebuah film atau kaset video.

      Selain cairan barium, bisa juga digunakan makanan yang dilapisi oleh barium, sehingga bisa ditentukan lokasi penyumbatan atau bagian kerongkongan yang tidak berkontraksi secara normal.

      Cairan barium yang ditelan bersamaan dengan makanan yang dilapisi oleh barium bisa menunjukkan kelainan seperti:
      - selaput kerongkongan (dimana sebagian kerongkongan tersumbat oleh jaringan fibrosa)
      - divertikulum Zenker (kantong kerongkongan)
      - erosi dan ulkus kerongkongan
      - varises kerongkongan
      - tumor.

    2. Manometri.
      Manometri adalah suatu pemeriksaan dimana sebuah tabung dengan alat pengukur tekanan dimasukkan ke dalam kerongkongan.
      Dengan alat ini (alatnya disebut manometer) dokter bisa menentukan apakah kontraksi kerongkongan dapat mendorong makanan secara normal atau tidak.

    3. Pengukuran pH kerongkongan.
      Mengukur keasaman kerongkongan bisa dilakukan pada saat manometri.
      Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah terjadi refluks asam atau tidak.

    4. Uji Bernstein (Tes Perfusi Asam Kerongkongan).
      Pada pemeriksaan ini sejumlah kecil asam dimasukkan ke dalam kerongkongan melalui sebuah selang nasogastrik.
      Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah nyeri dada disebabkan karena iritasi kerongkongan oleh asam dan merupakan cara yang baik untuk menentukan adanya peradangan kerongkongan (esofagitis).

    Intubasi

    Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang lentur melalui hidung atau mulut ke dalam lambung atau usus halus.

    Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun pengobatan.
    Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak menimbulkan nyeri.
    Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau pengobatan).
    1. Intubasi Nasogastrik.
      Pada intubasi nasogastrik, sebuah selang dimasukkan melalui hidung menuju ke lambung.
      Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan contoh cairan lambung, untuk menentukan apakah lambung mengandung darah atau untuk menganalisa keasaman, enzim dan karakteristik lainnya.
      Pada korban keracunan, contoh cairan lambung ini dianalisa untuk mengetahui racunnya. Kadang selang terpasang agak lama sehingga lebih banyak contoh cairan yang bisa didapat.

      Intubasi nasogastrik juga bisa digunakan untuk memperbaiki keadaan tertentu:
      - Untuk menghentikan perdarahan dimasukkan air dingin
      - Untuk memompa atau menetralkan racun diberikan karbon aktif
      - Pemberian makanan cair pada penderita yang mengalami kesulitan menelan.

      Kadang intubasi nasogastrik digunakan secara berkesinambungan untuk mengeluarkan isi lambung. Ujung selang biasanya dihubungkan dengan alat penghisap, yang akan mengisap gas dan cairan dari lambung.
      Cara ini membantu mengurangi tekanan yang terjadi jika sistem pencernaan tersumbat atau tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

    2. Intubasi Nasoenterik.
      Pada intubasi nasoenterik, selang yang dimasukkan melalui hidung lebih panjang, karena harus melewati lambung untuk menuju ke usus halus.
      Prosedur ini bisa digunakan untuk:
      - mendapatkan contoh isi usus
      - mengeluarkan cairan
      - memberikan makanan.

      Sebuah selang yang dihubungkan dengan suatu alat kecil di ujungnya bisa digunakan untuk biopsi (mengambil contoh jaringan usus halus untuk diperiksa secara mikroskopik atau untuk analisa aktivitas enzim).
    Lambung dan usus halus tidak dapat merasakan nyeri, sehingga kedua prosedur diatas tidak menimbulkan nyeri.

    Endoskopi

    Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop.

    Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa:
    - kerongkongan (esofagoskopi)
    - lambung (gastroskopi)
    - usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).
    Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa:
    - rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)
    - keseluruhan usus besar (kolonoskopi).

    Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm.
    Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.
    Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan jaringan yang abnormal.

    Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya.

    Endoskop juga bisa digunakan untuk pengobatan. Berbagai alat yang berbeda bisa dimasukkan melalui sebuah saluran kecil di dalam endoskop:
    Elektrokauter bisa digunakan untuk menutup suatu pembuluh darah dan menghentikan perdarahan atau untuk mengangkat suatu pertumbuhan yang kecil
    - Sebuah jarum bisa digunakan untuk menyuntikkan obat ke dalam varises kerongkongan dan menghentikan perdarahannya.

    Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan.
    Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar.

    Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang.
    Endoskopi dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan perdarahan ringan.

    Laparoskopi

    Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop

    Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total.
    Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut.

    Dengan laparoskopi dokter dapat:
    - mencari tumor atau kelainan lainnya
    - mengamati organ-organ di dalam rongga perut
    - memperoleh contoh jaringan
    - melakukan pembedahan perbaikan.

    Rontgen
    1. Foto polos perut.
      Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak memerlukan persiapan khusus dari penderita.
      Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:
      - suatu penyumbatan
      - kelumpuhan saluran pencernaan
      - pola udara abnormal di dalam rongga perut
      - pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).

    2. Pemeriksaan barium.
      Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan usus halus.
      Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.

      Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan. Proses ini juga bisa direkam.

      Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran pencernaan, dokter dapat menilai:
      - fungsi kerongkongan dan lambung
      - kontraksi kerongkongan dan lambung
      - penyumbatan dalam saluran pencernaan.

      Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur lainnya.
      Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa tidak nyaman.

      Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti kapur.
      Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk mempercepat pembuangan barium.

    Parasentesis

    Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya.

    Dalam keadaan normal, rongga perut diluar saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa.
    Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan.

    Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan.
    Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul.
    Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan perut.

    USG Perut

    USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-organ dalam.
    USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya.

    USG juga dapat menunjukkan adanya cairan.
    Tetapi USG bukan alat yang baik untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar.

    USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko.
    Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem video.

    Pemeriksaan Darah Samar

    Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius.
    Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena).

    Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya.

    Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah.


  • D.ADANYA HERNIA



     Etiologi hernia atau faktor penyebab hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan, mengangkat benda berat atau menangis.

    Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
    Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.
    Anak yang menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai kemungkinan mendapat hernia kontralateral pada usia dewasa (16%). Bertambahnya umur menjadi faktor risiko, dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
    Setelah apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis karena kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).
    Patofisiologi hernia
    Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia.
    Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
    Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
    Manifestasi Klinis
    Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong, 2004).
    Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
    Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis.
    Pada pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.
    Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah cranial dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).

    0 komentar:

    Posting Komentar