A.TEKNIK PALPASI TONUS OTOT
Apabila otot normal yang
istirahat dipalpasi, dapat dirasa bahwa otot tersebut sama sekali tidak
flaksid tetapi mempunyai regangan tertentu. Ini juga impresi yang
diperoleh saat otot tersebut secara pasif digerakkan. Keadaan ini
disebut tonus otot atau tonus istirahat. Pada berbagai keadaan patologis
tonus yang normal ini berubah. Kadang-kadang meningkat (hipertonus),
dan pada keadaan lain berkurang (hipotonus). Klinis, tonus otot
diperiksa dengan palpasi dan gerak pasif. Bagaimanapun juga, pada kedua
metode pemeriksaan tersebut terdapat bukti ada dua komponen tonus otot.
Sehingga tidak jarang terlihat, misalnya pada hemiplegia kapsular, tonus
otot pada palpasi menurun (konsistensi otot berkurang), sedangkan pada
gerak pasif tampak meningkat, karena resistensi terhadap gerakan lebih
besar daripada normal.baca selengkapnya…
Resistensi otot karena
digerakkan secara pasif secara prinsip dapat disebabkan oleh dua faktor:
yaitu sifat viskoelastik otot itu sendiri dan tegangan yang diakibatkan
oleh kontraksi.Kedua fkator tentu saja sama pentingnya, tetapi
kontribusi mereka masing-masing jelas berbeda pada berbagai macam
keadaan. Dari penelitian binatang yang dideserebrasi terbukti bahwa
tonus otot terutama disebabkan oleh refleks, yang disebabkan oleh aliran
impuls yang berkesinambungan dari muscle spindle, yang mengaktivasi .
motoneuron. Meskipun demikian, hasil ini sulit diterapkan pada manusia
pada keadaan sadar. Mereka mungkin paling relevan untuk otot yang
menjaga posisi tegak, yang memperlihatkan aktivitas berkesinambungan
atau intermiten pada orang yang berdiri dengan relaks (misalnya,
beberapa ekstensor punggung, m. psoas major, dan m. soleus; kebanyakan
otot lain tidak menunjukkan aktivitas EMG pada posisi ini).
Dengan demikian,
konsistensi otot mungkin tergantung tidak hanya kepada aktivitas otot
yang sedang berlangsung, tetapi juga oleh berbagai sifat ototnya itu
sendiri. Oleh karena . motoneuron dapat mengubah sensitivitas spindle, mereka penting untuk tonus otot. Aktivitas . yang meningkat mengatur spindle pada tingkat yang lebih aktif, sehingga dapat meningkatkan tonus otot ekstrafusal. Pada
saat gerakan dilaksanakan, inervasi . penting dalam menentukan keadaan
otot yang akan dipakai dan ia aktif dalam mengendalikannya, sedangkan .
motoneuron bertanggung jawab terhadap kontraksinya sendiri. Kerjasama .
dan . neuron pada pelaksanaan gerak banyak diteliti. Tampaknya,
sistem saraf pusat mampu mengendalikan statik dan dinamik . dan .
neuron secara sendiri-sendiri. Sampai seberapa jauh kendali sentral ini
dimediasi oleh lintasan terpisah tidak diketahui, tetapi berbagai
struktur tertentu terlihat terutama mempengaruhi satu jenis neuron
fusimotor. Dengan demikian, stimulasi bagian medial formatio reticularis
menyebabkan meningkatnya sensitivitas statik spindle, sedangkan
stimulasi bagian lateral menyebabkan peningkatan aktivitas dinamik.
Faktor lain yang mempengaruhi
stretch reflex dan tonus otot adalah organ tendon. Pada peregangan dan
terutama kontraksi otot, reseptor ini terstimulasi. Aferennya tidak
langsung ke motoneuron, tetapi melalui interneuron, yang mengirimkan
impulsnya ke . motoneuron.Fungsi
organ tendon diduga mencegah kontraksi berlebihan dan untuk pengerem
dan pada saat yang sama memfasilitasi antagonis. Selain itu juga ada
yang untuk eksitasi motoneuron sinergis dan inhibisi antagonis. Jadi
fungsinya lebih kompleks sebagai
tambahan dari organ tendon, ada mekanisme lain yang cenderung untuk
menghambat aktivitas motoneuron yang tereksitasi, yaitu inhibisi
Renshaw. Hal ini berdasar pengamatan fisiologis. Impuls motoneuron
melalui kolateral di cornu anterius merangsang sel Renshaw yang pada
gilirannya akan menghambat motoneuron.
B.ADANYA MASSA
- Palpasi
Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
- Palpasi ringan
- Palpasi dalam (bimanual)
Langkah kerja:
- Area palpasi terbuka
- Cuci tangan
- Beritahu klien
- Dikerjakan semua jari tp telunjuk dan ibu jari > sensitif.
- u/ mendeterminasi bentuk dan struktur organ gunakan jari 2,3, dan 4 bersamaan.
- U/ palpasi abdomen gunakan telapak tangan, beri tekanan ringan dgn jari2.
- Sistematis, uraikan ciri-ciri ttg ukuran, bentuk, konsistensi dan permukaan.
- Perkusi
Langkah kerja:
- Area terbuka
- Luruskan jari tengah tangan kiri, tekan bag. Ujung jari dan letakkan dgn kuat pada permukaan diperkusi.
- Upayakan jari – jari yg lain tidak menyentuh permukaan, konsisten pd permukaan yg diperkusi.
- Lenturkan jari tengah tangan kanan ke atas dgn lengan bawah relaks.
- Pertahankan kelenturan tangan pada pergelangan tangan.
- Auskultasi
Tingkatan kesadaran:
- Kompos Mentis : sadar Penuh
- Apatis : acuh tak acuh
- Samnolen : dibangunkan dengan rangsangan, …. Tidur.
- Delirium : berteriak2, tidak sadar
- Sopor/semikoma : tidak sadar tetapi masih merasakan rangsangan nyeri
- Koma : tidak sadar.
Merupakan pendekatan dalam pemeriksaan fisik dengan sistem-sistem tubuh sebagai acuan pemeriksaaan.
Berikut ini merupakan detail pemeriksaan fisik, dengan pendekatan sistem tubuh adalah :
- Sistem syaraf pusat
- Sistem Kardiovaskular
- Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran: dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang
- Kaji status mental
- Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
- Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
- Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur
- Kaji adanya kejang atau tremor
- Kaji catatan penggunaan obat dan diagnostik tes yang mempengaruhiSSP.
- Kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah) serta tanda penurunan kekuatan/pulse deficit
- Periksa tekanan darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau postural hipotensi
- Inspeksi vena jugular seperti distensi, dengan membuat posisi semi fowlers
- Cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi kulit.
- Palpasi dada untuk menentukan lokasi titik maksimal denyut jantung
- Auskultasi bunyi jantung S1- S2 di titik tersebut, adanya bunyi jantung tambahan, murmur dan bising.
- Inspeksi membran mukosa dan warna kulit, lihat tanda sianosis (pucat) atau kemerahan
- Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajah
- Periksa adanya jari-jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di kuku
- Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran cerna, phlebitis, kemerahan di mata atau kulit.
- Kaji obat-obatan yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dan test diagnostik.
- Sistem Respirasi (Pernapasan)
- Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi
- Kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya
- Inspeksi fungsi otot bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk diameter anterior dan posterior thorax, dan adanya gangguan spinal
- Palpasi posisi trakea dan adanya subkutan emphysema
- Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular, bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru patologis (wheezing, cracles atau ronkhi)
- Kaji adanya keluhan batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/dahak, cek warna, konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai darah
- Kaji adanya keluhan SOB (shortness of breath)/sesak napas, dyspnea dan orthopnea.
- Inspeksi membran mukosa dan warna kulit
- Tentukan posisi yang tepat dan nyaman untuk meningkatkan fungsi pernapasan pasien
- Kaji apakah klien memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan berapa lama telah merokok
- Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan test diagnostik
- Sistem Pencernaan
- Inspeksi keadaan umum abdomen : ukuran, kontur, warna kulit dan pola pembuluh vena (venous pattern)
- Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus
- Palpasi abdomen untuk menentukan : lemah, keras atau distensi, adanya nyeri tekan, adanya massa atau asites
- Kaji adanya nausea dan vomitus
- Kaji tipe diet, jumlah, pembatasan diet dan toleransi terhadap diet
- Kaji adanya perubahan selera makan, dan kemampuan klien untuk menelan
- Kaji adanya perubahan berat badan
- Kaji pola eliminasi : BAB dan adanya flatus
- Inspeksi adanya ileostomy atau kolostomi, yang nantinya dikaitkan dengan fungsi (permanen atau temporal), kondisi stoma dan kulit disekitarnya, dan kesediaan alat
- Kaji kembali obat dan pengkajian diagnostik yang pasien miliki terkait sistem GI
- SistemPerkemihan
- Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen
- Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih
- Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
- Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter
- Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan
- SistemIntegumen
- Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum kulit (jaundice, kering)
- Kaji warna kulit, pruritus, kering, odor
- Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus, dsb
- Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus
- Palpasi adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu
- Kaji riwayat pengobatan dan test diagnostik terkait sistem integument
- Sistem muskuloskeletal
- Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme
- Kaji adanya kekakuan sendi dan nyeri sendi
- Kaji pergerakan ekstremitas tangan dan kaki, ROM (range of motion), kekuatan otot
- Kaji kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh
- Kaji adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi
- Kaji ulang pengobatan dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal
- Sistem Physikososial
- perasaan pasien tentang kondisinya dan penyakitnya
- Kaji tingkat kecemasan, mood klien dan tanda depresi
- Kaji pemenuhan support sistem
- Kaji pola dan gaya hidup klien yang mempengaruhi status kesehatan
- Kaji riwayat penyalah gunaan obat, narkoba, alkohol, seksual abuse, emosional dan koping mekanisme
- Kaji kebutuhan pembelajaran dan penyuluhan kesehatan
Merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan bagian tubuh klien sebagai acuan yaitu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Maksudnya disini adalah pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
- 1. Tanda vital
- Suhu
Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan, yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai. Normal untuk suhu tubuh adalah 36-37°C
- Tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kiri, kecuali pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa.
Tidak ada nilai tekanan darah ‘normal’ yang tepat, namun dihitung berdasarkan rentang nilai berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah amat dipengaruhi oleh kondisi saat itu, misalnya seorang pelari yang baru saja melakukan lari maraton, memiliki tekanan yang tinggi, namun ia dalam nilai sehat. Dalam kondisi pasien tidak bekerja berat, tekanan darah normal berkisar 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi diukur pada nilai sistolik 140-160 mmHg. Tekanan darah rendah disebut hipotensi. Rentang sistolik normal adalah 100-140 mmHg, sedangkan diastolic normal yaitu 60-90 mmHg
- Denyut
Denyut sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan usia. Bayi yang baru dilahirkan (neonatus) dapat memiliki denyut 120-160 denyut per menit. Orang dewasa memiliki denyut sekitar 60-90 kali per menit.
- Kecepatan pernapasan
- 2. Biometrika dasar
- Tinggi
- Berat atau massa
- Nyeri
- 3. Struktur dalam penulisan riwayat pemeriksaan
- Tampilan umum
2) JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience), kemungkinan tanda pucat pada kulit atau konjungtiva (Anaemia), tanda kebiruan pada bibir atau anggota gerak (Cyanosis), kelainan bentuk pada kuku jari (Clubbing), pembengkakan (Oedema atau Edema), dan, pemeriksaan pada nodus limfatikus (Lymph nodes) pada leher, ketiak, dan lipatan paha.
- Sistem organ
a) Tekanan darah, denyut nadi, irama jantung
b) Tekanan vena jugularis atau Jugular veins preassure (JVP), edema perifer, dan bukti edema pulmonaris atau edema paru.
c) Pemeriksaan jantung
2) Paru-paru
Kecepatan pernapasan, auskultasi paru-paru
3) Dada dan payudara
4) Abdomen
a) Pemeriksaan abdomen misalnya pendeteksian adanya pembesaran organ (contohnya aneurisma aorta)
b) Pemeriksaan rectum
5) System reproduksi
6) System otot dan gerak
7) System saraf, termasuk pemeriksaan jiwa
8) Pemeriksaan kepala, leher, hidung, tenggorokkan, telinga (THT)
9) Kulit
a) Pemeriksaan pada pertumbuhan rambut
b) Peneriksaan tanda klinis pada kulit
C.UKURAN DAN LOKASI ORGAN PENCERNAAN
Definisi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk sistem pencernaan terdiri dari:
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosis, menentukan lokasi kelainan dan kadang mengobati penyakit pada sistem pencernaan. Pada beberapa pemeriksaan, sistem pencernaan harus dikosongkan terlebih dahulu; ada juga pemeriksaan yang dilakukan setelah 8-12 jam sebelumnya melakukan puasa; sedangkan pemeriksaan lainnya tidak memerlukan persiapan khusus. Langkah pertama dalam mendiagnosis kelainan sistem pencernaan adalah riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Tetapi gejala dari kelainan pencernaan seringkali bersifat samar sehingga dokter mengalami kesulitan dalam menentukan kelainan secara pasti. Kelainan psikis (misalnya kecemasan dan depresi) juga bisa mempengaruhi sistem pencernaan dan menimbulkan gejala-gejalanya. Pemeriksaan Kerongkongan
Intubasi Intubasi adalah memasukkan sebuah selang plastik kecil yang lentur melalui hidung atau mulut ke dalam lambung atau usus halus. Prosedur ini bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun pengobatan. Intubasi bisa menyebabkan muntah dan mual, tetapi tidak menimbulkan nyeri. Ukuran selang yang digunakan bervariasi, tergantung kepada tujuan dilakukannya prosedur ini (apakah untuk diagnosik atau pengobatan).
Endoskopi Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung serat optik yang disebut endoskop. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa: - kerongkongan (esofagoskopi) - lambung (gastroskopi) - usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas). Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa: - rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi) - keseluruhan usus besar (kolonoskopi). Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan. Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan jaringan yang abnormal. Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya. Endoskop juga bisa digunakan untuk pengobatan. Berbagai alat yang berbeda bisa dimasukkan melalui sebuah saluran kecil di dalam endoskop: Elektrokauter bisa digunakan untuk menutup suatu pembuluh darah dan menghentikan perdarahan atau untuk mengangkat suatu pertumbuhan yang kecil - Sebuah jarum bisa digunakan untuk menyuntikkan obat ke dalam varises kerongkongan dan menghentikan perdarahannya. Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan dilakukan. Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar. Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang. Endoskopi dapat mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi biasanya endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan perdarahan ringan. Laparoskopi Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total. Setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut. Dengan laparoskopi dokter dapat: - mencari tumor atau kelainan lainnya - mengamati organ-organ di dalam rongga perut - memperoleh contoh jaringan - melakukan pembedahan perbaikan. Rontgen
Parasentesis Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar saluran pencernaan hanya mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti perforasi lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya limpa. Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk keperluan pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan. Pemeriksaan fisik (kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan. Selanjutnya daerah kulit (biasanya tepat dibawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius lokal. Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul. Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium atau sampai 0,96 liter cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan perut. USG Perut USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya. USG juga dapat menunjukkan adanya cairan. Tetapi USG bukan alat yang baik untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar. USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko. Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem video. Pemeriksaan Darah Samar Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena). Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah. |
D.ADANYA HERNIA
Etiologi
hernia atau faktor penyebab hernia adalah adanya peningkatan tekanan intra abdominal
akibat adanya tindakan valsava maneuver seperti batuk, mengejan, mengangkat
benda berat atau menangis.
Hernia
inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang
didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia
pada anulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan
isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor
yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut
karena usia. Tekanan intra abdominal yang meninggi serta kronik seperti batuk
kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia
inguinalis.
Anak yang
menjalani operasi hernia pada waktu bayi mempunyai kemungkinan mendapat hernia
kontralateral pada usia dewasa (16%). Bertambahnya umur menjadi faktor risiko,
dimungkinkan karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Setelah
apendektomi menjadi faktor risiko terjadi hernia inguinalis karena kelemahan
otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan nervus ilioinguinalis
dan nervus iliofemoralis.(Jong, 2004).
Patofisiologi hernia
Terjadinya
hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu
kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat
menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, faktor yang
kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal
ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena
kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia.
Hernia
ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat
kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan
kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah
sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin
hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang
akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran
darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa
menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau
kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu
perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih
berat dan kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).
Manifestasi Klinis
Pada
umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada
waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu
istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua
inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien
diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris
dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah
benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat
diraba berupa anulus inguinalis yang melebar (Jong, 2004).
Gejala
dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring.
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah
epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri
yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.
Tanda
klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah.
Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada vunikulus spermatikus
sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua
permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya
tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung
isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,omentum (seperti karet), atau ovarium.
Dengan jari telunjuk atau kelingking pada anak, dapat dicoba mendorong isi
hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat
ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia
dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien
diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis
lateralis, disebut hernia inguinalis lateralis karena menonjol dari perut di
lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut juga indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran yaitu, anulus dan kanalis inguinalis.
Pada
pemeriksaan hernia lateralis akan tampak tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan
hernia medialis berbentuk tonjolan bulat. Dan kalau sisi jari yang menyentuhnya,
berarti hernia inguinalis medialis. Dan jika kantong hernia inguinalis
lateralis mencapai skrotum, disebut hernia skrotalis. Hernia inguinalis
lateralis yang mencapai labium mayus disebut hernia labialis.
Diagnosis
ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat
direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan yang jelas di sebelah cranial
dan adanya hubungan ke cranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat
dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya.(Jong, 2004).
0 komentar:
Posting Komentar